VN-24, Semarang – Seorang ibu muda Anggreini, tengah menghadapi perjuangan berat dalam merawat putra semata wayangnya, Octavianus Reinardo Juniant, yang diduga mengidap tumor dan penyakit kulit serius.
Dalam keterangannya, Anggreini mengungkapkan bahwa anaknya mulai menunjukkan gejala sejak usia enam bulan, berupa benjolan yang kian membesar di lengan setelah mengalami cacar dan campak.
“Awalnya saya kira itu hanya benjolan biasa. Tapi makin hari makin besar, dan setelah diperiksa beberapa kali di Bidan dan yang terbaru di Semarang, dokter menyarankan CT scan serta tindakan medis lebih lanjut,” ujarnya, Sabtu (14/6). Ia juga menyebut anaknya baru-baru ini harus dirawat di UGD akibat demam tinggi yang mencapai 38,9 derajat Celsius.
Selain tumor, anak tersebut juga mengalami infeksi kulit serius, terutama di bagian kepala. Kondisi ini memperparah penderitaan sang anak dan memperbesar kebutuhan biaya medis.
Ironisnya, perjuangan berat ini harus dilalui Anggreini seorang diri. Ia mengaku tidak mendapat dukungan apapun—baik secara emosional maupun finansial—dari ayah biologis anaknya, bahkan sejak masa kehamilan. “Saya justru yang menafkahi saat kami masih bersama,” ujarnya.
Situasi makin pelik ketika Anggreini mengaku mendapat tekanan verbal dari oknum aparat berinisial Brigadir Devi, yang disebut mengintimidasinya melalui pesan WhatsApp.
Tindakan tersebut telah ia laporkan ke Mabes Polri dan ia menyatakan siap memberikan bukti jika proses hukum berjalan. “Saya tidak ingin membuka aib siapapun tanpa dasar hukum yang jelas. Tapi jika ada penyidikan resmi, saya siap,” tegasnya.
Upaya penyelesaian juga telah ia tempuh secara kekeluargaan melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA).
Namun, mediasi gagal karena sang ayah tidak hadir dengan alasan keamanan dan meminta mediasi secara online, akan tetapi anggreini tetap meminta agar mediasi dilakukan secara offline agar bisa melihat secara langsung kondisi sang anak.
Saat ini, Anggreini hanya bisa mengandalkan penghasilan dari pekerjaan lepas dan bantuan teman-teman terdekat. Biaya operasi yang dibutuhkan berkisar antara Rp100 hingga Rp150 juta, angka yang sangat berat untuk ia tanggung sendiri.
“Saya tidak berharap apa pun darinya (ayah biologis), saya hanya ingin dia bertanggung jawab. Ini demi anak, bukan demi saya,” ujarnya dengan suara terbata menahan tangis.
Anggreini berharap ada perhatian dari publik dan pihak berwenang, baik untuk membantu penanganan medis sang anak maupun memberikan keadilan atas pengabaian yang dialaminya.
Ia juga mengajak masyarakat untuk peduli pada kasus serupa yang seringkali menimpa perempuan dan anak sebagai pihak paling rentan dalam struktur sosial.
Pewarta : Irwan